
Wartagereja-jakarta.online – Salatiga – Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa (GKJ) merayakan HUT ke-94 pada tanggal 17 Februari 2025 di kompleks Sinode GKJ. Tema ibadah kali ini mengangkat tantangan di era digital dengan tema “Algoritma.” Diharapkan tema ini dapat membangun relasi persekutuan yang produktif melalui teknologi. GKJ tidak hanya sekadar menjadi pengikut algoritma, tetapi juga berani menciptakan algoritma yang mengarah pada visi dan misi Kristus sebagai Kepala Gereja.
Tema ini bukan hanya sebuah refleksi terhadap perkembangan teknologi, melainkan juga seruan bagi gereja-gereja tidak hanya mengikuti arus perubahan zaman. Gereja harus berani mengambil peran aktif dalam membentuk arah dan tujuan dunia yang semakin dihadapkan dengan teknologi dan berbagai perubahannya.

Ibadah Syukur dengan Keseimbangan Teknologi dan Sentuhan Manusia
Ibadah syukur memperingati 94 tahun Sinode GKJ dilaksanakan secara hybrid, dihadiri oleh 214 peserta secara langsung (onsite), dan melalui streaming di YouTube Sinode GKJ. Ibadah menggunakan dramaturgi yang dirancang secara apik, sesuai dengan tema, dan relevansi konten yang mendalam.
Refleksi yang disampaikan oleh Pdt. Anugrah Kristian, M.Si., Sekretaris Bapelsin, terkait dengan kecerdasan buatan (AI), menyatakan bahwa pertemuan kita dengan teknologi AI bagi sebagian orang memang mengejutkan, namun banyak orang telah memprediksinya jauh sebelumnya.
“Ada orang yang berprasangka buruk terhadap teknologi ini, dengan anggapan bahwa AI akan menjauhkan kita dari Tuhan, merusak hubungan kita, atau bahkan menggantikan tugas pendeta. Jika orang bisa berkonsultasi pastoral dengan AI, apakah pendeta masih diperlukan? Atau, apakah AI akan menggantikan peran suami, karena suami yang sering tidak cepat merespons pesan WA, sementara AI langsung memberi jawaban dengan bahasa yang sopan? Apakah ini ancaman yang akan hadir dalam kehidupan kita?” ujar Pdt. Anugrah di hadapan ratusan peserta.
Refleksi tentang Kehidupan Bergereja dan Teknologi
Bagaimana dengan kehidupan bergereja? Apakah AI akan menjadi teman seperjalanan dalam berkarya melayani Tuhan, atau justru menjadi ancaman yang membuat kita kehilangan esensi persekutuan? Pdt. Anugrah mengajak semua peserta untuk merefleksikan hal tersebut, berlandaskan pada Kitab Amsal 1:5.
“Baiklah kita mendengar untuk menambah ilmu, dan baik juga jika kita belajar untuk tidak cepat menilai. Berprasangka baiklah, supaya kita bisa memberikan penilaian yang bijak pada akhirnya. Apakah kita akan berkawan dengan teknologi, atau kita justru berlawan dengannya? Apakah kita akan menempatkan kemajuan teknologi, termasuk AI, sebagai sahabat dalam karya kita untuk memuliakan Tuhan dan melayani sesama?” tambah Pdt. Anugrah.
Melalui perayaan HUT ke-94 GKJ, Pdt. Anugrah mengajak generasi muda lebih mendalami teknologi, termasuk AI, agar nantinya dapat menentukan apakah ini akan menjadi lawan atau kawan dalam kehidupan mereka.
Dramaturgi Interaktif: Membangun Kesadaran tentang Peluang dan Tantangan AI
Salah satu sorotan yang mencuri perhatian dalam ibadah adalah dramaturgi interaktif yang menggambarkan bagaimana generasi muda, melalui karakter Lita, seorang gadis desa pergi ke Jakarta menemui bestie nya. Lita diperhadapkan dengan berbagai aspek teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), yang semakin mendominasi kehidupan sehari-hari di Ibu Kota Jakarta.
Melalui pendekatan yang menyentuh kehidupan nyata, dramaturgi ini mengajak jemaat memahami peluang dan tantangan yang dibawa oleh teknologi AI. Semua itu kembali pada bagaimana kita merespons teknologi dengan bijaksana. Apakah kita akan menempatkan teknologi sebagai sahabat atau lawan dalam kehidupan kita.

Refleksi dari Peserta
Dalam sesi refleksi, Pdt. Kristin Andini, M.Si., memberikan kesempatan kepada peserta menuliskan pandangan mereka melalui barkot dan live chat yang telah disediakan panitia.
“Apakah AI merupakan tantangan, musuh, atau kawan? Apakah AI bermanfaat atau tidak? Apakah teknologi penting atau tidak?” ujar Pdt. Kristin, mengajak peserta berperan aktif dalam menyikapi perkembangan teknologi melalui refleksi pribadinya masing masing.
Melalui ibadah dan dramaturgi yang reflektif ini, gereja, khususnya generasi Z dan Alpha, diharapkan mampu menggunakan teknologi dengan bijaksana, demi kemuliaan Tuhan dan pelayanan bagi sesama. (sugeng ph)